Senin, 07 Februari 2011

”NIAT BAIK, CARANYA SALAH”

Malang, Januari 2010

Oleh: Fatimah Az Zahra

Paijo sebut saja dia seperti itu karena bukan nama aslinya. Kehidupan sehari-harinya adalah kadang nganggur, kadang kerja, biasanya disebut ”pekerjaan serabutan”. Ia tidak memiliki pekerjaan yang tetap alias tidak menentu, sehingga penghasilannya pun tidak menentu. Kadang makan, kadang tidak, begitulah kehidupannya.

Suatu ketika, ia berniat membangun rumahnya yang ”gedhek” (terbuat dari anyaman bambu). Ia bercita-cita membangun rumahnya menjadi rumah gedongan, berlantaikan keramik. Pekerjaan yang tidak menentu membuatnya berpikiran buruk, tetapi semua itu ia lakukan demi kebahagiaan keluarganya. Akhirnya, ia pun memutar otak untuk mewujudkan cita-citanya itu. Suatu saat, diam-diam ia mengikuti kegiatan rutin pak kades, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Kebetulan saat itu, ia ikutan ronda malam. Setiap malam sebelum tidur, pak kades selalu memberi kopi dan makanan ringan untuk hansip yang telah bersedia menjaga keamanan kampungnya. Dari situlah, paijo menemukan ide buruknya. Ia tahu bahwa setiap malam pak kades tidak pernah mengunci pintu rumahnya yang bagian belakang, karena pak kades menganggap keadaan sekitar rumahnya sudah ada yang menjaga, sehingga aman-aman saja, tidak mungkin ada orang yang berniat buruk pada keluarga dan isi rumahnya.

Kebiasaan pak kades telah terbaca oleh paijo, maka setanpun terus menerus menghasut hati paijo yang mulai bimbang. Akhirnya, tanpa hambatan yang berarti paijo menerobos rumah pak kades tanpa kendala. Tanpa banyak suara, aksi mencuri pun segera dilancarkan oleh paijo dan ia berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan.

Pak kades pun panik, ketika mengetahui 2 laptop yang terletak di dalam tas beserta uang tunai dan HP raib, tidak lagi terletak pada tempatnya. Pak kades pun segera melaporkan kasus kehilangannya pada polisi.

Paijo merasa bahagia, karena keinginannya untuk memperbaiki rumahnya segera terwujud. Pasir, batu, semen, dan bahan bangunan lainnya sudah ia beli dari toko bahan bangunan. Ia juga beli sepeda motor dan mesin cuci. Para tetangga terheran-heran pada paijo yang mendadak kaya, karena selama ini paijo tidak bekerja, tetapi bisa beli barang-barang mewah.

Ditengah keramaian pasar dan panasnya terik matahari, polisi dan pak kades langsung menangkap paijo. Tanpa banyak kata dari polisi dan pak kades, paijo langsung diamankan di kantor polisi. Mereka menangkap paijo, karena ada yang ganjal dengan keadaan paijo yang baru saja terjadi yaitu “Kaya Mendadak”. Kehidupan di desa pasti kelihatan, orang yang tidak memiliki pekerjaan, tiba-tiba bisa membeli barang-barang yang tergolong mahal...

Hmmmm.. ada-ada aja... Walaupun Niat kita baik, tapi caranya salah, maka kesengsaraan yang ada. Lebih baik ber “Fastabiqul Khoirot”. Berlomba-lomba dalam hal kebaikan, lebih baik daripada berlomba-lomba dalam hal keburukan.

MUTIARA KALAM

“Pada suatu hari RasulullahSAW, bersabda: ‘Ada seorang diantara kalian yang sudah mencium bau surga’.

Para sahabat heran,lalu mencari orang itu untuk ditanya. Setelah ditemukan orang itu menjawab: ‘Aku tidak bangun malam (untuk shalat), tidak mengerjakan puasa sunnah dan tidak bersedekah sesering kalian. Akan tetapi, setiap malam aku tidur dalam keadaan tidak dengki kepada siapapun’.

Setelah itu, para sahabat mengabarkan kepada Rasulullah SAW apa yang telah dikatakan orang yang mereka temui itu. Rasulullah pun menjawab, “Bukankah kedengkian itulah yang membedakan kehidupan dunia dengan kehidupan surga”.

Subhanallah...

Rasanya sudah sangat jelas apa yang diutarakan oleh Rasulullah diatas. Beliau memberikan petunjuk bahwa seseorang yang tidak menyimpan dengki didalam hati disebutkan telah mencium bau surga dan dijamin akan menjadi calon penghuninya. Dan agar hati kita tetap suci dan bersih, maka perbanyaklah beramal shaleh, dzikir dan istighfar kepada ALLAH. Selain itu, perbanyaklah do’a yang sering diucapkan Rasulullah SAW: “Ya Allah, aku mohon kepadaMU keteguhan dalam menghadapi semua urusan dan bersungguh-sungguh atas kehidupan dalam petunjukMU. Aku memohon kepadaMU hati yang salim (suci dan bersih) dan lidah yang jujur.”

Jika ada calon penghuni surga, tentu juga ada calon penghuni neraka. Nah, siapakah kita jika masih menyimpan rasa dengki dihati??


By: -V3-

Berhenti Menertawakan Bangsa Sendiri

Oleh: Pradana Boy ZTF

Ph.D Research Scholar National University of Singapore (NUS).

TAKSI yang mengantar saya dari Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura itu dikendarai oleh seorang pria berwajah Melayu. Ia lalu menyapa saya, berbasa-basi dan memperkenalkan diri sebagai keturunan Jawa. Orangtuanya berasal dari Jawa Tengah, tepatnya Kendal. Tetapi ia sendiri lahir dan besar di Singapura. Seperti kebanyakan sopir taksi di Indonesia yang sangat well-informed tentang dunia politik; sopir ini juga fasih berbicara tentang hal yang sama. Tetapi yang benar-benar membuat saya terkejut adalah pengetahuannya tentang fakta-fakta politik di Indonesia begitu luas. Hampir tidak ada seluk beluk politik Indonesia yang ia tidak ketahui.

Lebih terkejut lagi, karena yang dia dia ketahui justru fakta-fakta buruk tentang politik dan hukum Indonesia. Ia dengan fasih berbicara tentang kebobrokan hukum di Indonesia, dari soal sindikat narkoba, penanganan masalah TKI dan TKW, sepak terjang Gayus Tambunan, pertarungan antarpelajar dan mahasiswa, penyuapan yang dilakukan oleh orang-orang yang bermasalah hukum kepada para aparat penegak hukum di Indonesia, hingga kecenderungan akan lahirnya politik dinasti di Indonesia. Tak berhenti di situ, iapun berbicara tentang ironi bangsa Indonesia. Sebuah bangsa kaya yang tak kekurangan apa-apa, tetapi rakyatnya miskin. Di sela-sela itu pula dia mengungkapkan keprihatiannya. “Saya turut sedih dengan keadaan seperti ini. Bagaimanapun ada darah Indonesia mengalir dalam diri saya,” katanya.

Percakapan dengan sopir taksi itu telah menggoreskan kesan yang sangat mendalam dalam diri saya. Jika kita renungkan lebih jauh dan serius, maka dengan mudah kita bisa mengambil kesimpulan sementara atau sekadar berspekulasi bahwa situasi tak menentu negara kita itu ternyata telah menjadi bagian dari pengetahuan umum masyarakat negara lain. Sementara di sisi lain, kita juga faham bahwa berita-berita tak sedap sering dengan mudah menyebar ketimbang berita-berita positif. Kita tidak bisa menampik bahwa begitulah situasi kebangsaan kita yang sedang berlangsung saat ini. Sayangnya, dalam situasi yang seperti itu tak jarang kita justru menikmatinya. Bukan dalam arti bahwa kita menikmati carut marut situasi bangsa ini, melainkan kita menikmatinya dalam bentuk menertawakan situasi bangsa kita itu.

Inilah salah satu problem yang tak kalah seriusnya bagi sebagian besar bangsa Indonesia. Dalam percaturan kehidupan berbangsa di Indonesia, menjadi hal yang lumrah untuk menertawakan kehidupan bangsa kita sendiri. Berbagai anekdot tentang buruknya bangsa kita juga menjadi bagian yang tak terpisahkan. Misalnya, dalam berbagai forum kita sering mendengar para pembicara yang warga negara Indonesia, dengan entengnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan seperti: “Orang Indonesia adalah orang yang paling pintar, karena sangat ahli membuat hal-hal yang mudah menjadi sulit,” atau “jika masih bisa dipersulit, kenapa dipermudah.” Dua pernyataan yang merujuk kepada berbelit-belitnya birokrasi di Indonesia. Atau malah sebaliknya, “Tidak ada hal yang tidak bisa diselesaikan di Indonesia. Sesulit dan seserius apapun.” Juga, “ada fulus urusan jadi mulus.”

Tanpa kita sadari, pernyataan-pernyataan yang begitu akrab dalam kamus kehidupan berbangsa kita itu sesungguhnya merefleksikan betapa senangnya kita ini menertawakan bangsa sendiri. Sebuah sikap yang tak seharusnya kita lakukan. Namun demikian, sikap seperti itu tak selamanya juga salah. Karena, sikap itu bisa juga dibaca sebagai bentuk ekspresi eskapisme (pelarian diri) dari keputusasaan multidimensional yang melanda seluruh elemen bangsa ini. Menertawakan bangsa sendiri terjadi karena kita putus asa. Sebagian masyarakat merasakan dirinya ibarat anak yatim yang tak tahu harus mengadu kepada siapa untuk semua persoalan yang mereka hadapi. Karena para pemimpin tak lagi bisa menjadi orangtua bagi rakyatnya. Maka menertawakan bangsa sendiri merupakan bentuk protes terselubung, karena sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain tertawa, menertawakan diri sendiri.

Selain menertawakan bangsa sendiri, sikap lain yang sering muncul adalah dengan keengganan untuk kembali ke Indonesia bagi mereka yang studi, berkarir di luar negeri atau tinggal di luar negeri dengan tujuan-tujuan yang lain. Kepada kelompok ini, seringkali dilekatkan problem menipisnya rasa nasionalisme, sehingga lebih memilih membangun negeri orang daripada negeri sendiri. Tetapi sekali lagi, kesalahan tidak bisa serta merta dilekatkan kepada kelompok masyarakat ini, karena pilihan-pilihan itu adalah pilihan rasional yang tentu saja didasarkan pada pertimbangan yang sangat rumit.

Bentuk kekecewaan terhadap keadaan-keadaan ini kemudian memuncak dalam bentuk-bentuk pernyataan seperti “malu menjadi orang Indonesia” dan sejenisnya. Pernyataan seperti ini memiliki dua makna. Ia bermakna negatif manakala itu dimaksudkan sebagai bentuk ejekan. Sebaliknya, itu bisa bermakna positif jika ditempatkan dalam konteks keprihatinan.

Secara pribadi, saya tidak pernah malu menjadi orang Indonesia, sebagaimana pernah disinggung Taufik Abdullah dalam sebuah puisinya. Sayapun tak pernah menyesal menjadi warga negara Indonesia. Tetapi seperti sopir taksi yang berkewarganegaraan Singapura dan berdarah Indonesia tadi, sayapun merasa sedih mengapa semua ironi ini terjadi dalam diri bangsa kita? Pada akhirnya, tak berguna bagi kita untuk menertawakan semua kondisi bangsa ini, tidak bermanfaat pula bersedih, meratap dan menyesal. Karena semua itu tidak akan membawa perubahan sama sekali. Maka kita berhenti menertawakan bangsa sendiri, karena semua di antara kita, dengan kemampuan yang ada pada diri kita, sekecil apapun akan punya sumbangan penting untuk bangkit dari semua situasi ini. Dan berhenti menertawakan bangsa sendiri adalah sebuah langkah awal dan sederhana yang harus kita lakukan. Tak usah menunggu orang lain memulainya. Mari kita mulai dari diri sendiri.


Sabtu, 05 Februari 2011

“Pentingnya Memahami Hari Ini, Tapi Hidup Bukan Hanya Hari Ini”

Segala hal yang kita jalani dari hari ke hari, mungkin kita bisa menyebutnya sebagai hari yang istimewa. Tapi semua itu tidak akan istimewa kalau tidak ada hari ini.

Ada kata bijak yang mengungkapakan: “Jangan pernah menoleh kebelakang, Jangan pula mencemaskan hari esok, Jalani saja hari ini sebaik-baiknya karena hari ini adalah kenyataan”. Ungkapan ini ada benarnya juga, bayangkan saja ketika kita bangun tidur pasti kita merasakan hari sudah berganti nama, saat itulah kenyataan mulai kita sadari bahwa kita harus menjalani hidup untuk hari ini, sebaliknya “Esok” belum tentu kita bisa merasakannnya. Karena adanya hari ini juga sangat menentukan hidup untuk hari esok.

Hari ini pasti akan menghasilkan kejadian-kejadian penting, bahkan mungkin kejadian baru yang tidak pernah kita sangka sebelumnya. Betapa pentingnya orang-orang yang menyayangi kita, waktu yang mungkin terbuang sia-sia, berapa banyak ilmu yang kita dapatkan, berapa banyak kebaikan yang kita lakukan dan sebagainya yang terjadi hari ini. Itu semua adalah hal yang pasti terjadi dalam hidup kita setiap hari dan mungkin ada keistimewaan yang mungkin tanpa kita sadari telah terjadi didalamnya. Jadi kalau kita bisa memanfaatkan hari ini sebaik-baiknya pasti akan membuahkan hasil di masa yang akan datang, walaupun terkadang jauh dari harapan tetapi setidaknya kita sudah berusaha di hari ini.

Akan tetapi, hidup memang bukan hanya hari ini. Besok matahari akan terbit menandai datangnya hari baru, tantangan baru dan kebahagiaan yang baru pula. Dan dibalik hari esok, masih ada hidup yang tanpa akhir dan tanpa batas yaitu kehidupan akhirat. Dimana ada kehidupan surga dan neraka didalamnya. Kehidupan hari akhir itulah yang menjadi harapan kita. Karena disana, kita akan mendapatkan segala hal yang kita inginkan. Dan pastinya harus kita persiapkan mulai hari ini untuk bisa menjalani kehidupan akhir itu.

Ada beberapa cara untuk mengistimewakan hari ini, karena apa yang kita lakukan hari ini adalah dasar kesuksesan kita dimasa yang akan datang dan kalau ingin sukses, kita perlu mengatur apa yang akan dilakukan dihari-hari selanjutnya, tentu saja sesuai dengan impian dan harapan yang diimbangi dengan do’a, usaha serta kemampuan kita:

• Tentukan impian
Hari ini adalah saat-saat yang tepat untuk menentukan cita-cita atau impian yang kita inginkan dihari esok
• Buat komitmen
Apa saja yang akan kita lakukan untuk mendukung dan mewujudkan cita-cita itu
• Tentukan target
Semua orang pasti memiliki target berbeda-beda tergantung seberapa besar kemampuan masing-masing
• Ambil langkah
Nah, kalau kita sudah menyusun rencana-rencana diatas.
Maka hari inilah kita yang mengatur diri dan mengambil langkah-langkah apa yang diperlukan.
Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha dan berdo’a, sedang ALLAH SWT lah yang menentukan apa yang terjadi nanti.

“Keabadian didalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan yang abadi, dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.” (Kahlil Gibran)

By: V3